“Universe, your harmony is my
harmony, nothng in your time is too early or too late for me” – Filosofi Teras
Kalimat di atas saya
ambil dari buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring. Petikan wawancara Om
Piring dengan founder nulis buku. Saya
adalah pengagum diam-diam Om Piring. Saya sering stalking twitternya. Ketawa-ketawa
sendiri ketika membaca blognya.
![]() |
Harmoni dengan alam |
Hidup ini adalah
gravitasi. Itu menurut saya sebagai pengagum ilmu pasti. Padahal hakekatnya
ilmu pasti adalah ilmu yang tidak pasti. Ilmu pasti itu berkembang. Dulu atom berbentuk
roti kismis. Atom adalah satuan terkecil. Kemudian ditemukan bahwa dalam
atom ada inti atom. Ada neutron, proton dan elektron. Tak berhenti di sana setelah ketemu inti atom, ketahuan ada kuantum,
ada phi dan kawan-kawan. Lalu ada materi dan anti materi. Kayak gitu lah
contohnya. Jadi apa yang pasti dari ilmu pasti? Gak ada yaaaa… CIIMIW
Lho, malah ngomongin
atom ya, balik lagi pada gravitasi. Sejak mengenal gravitasi, gara-gara Sir
Issac Newton terheran-heran melihat apel jatuh dari pohonnya. Kalau jadi saya mah lihat apel jatuh nya dipulung saja.
Dimakan. Tanpa perlu pikir-pikir panjang. Tapi tidak buat Sir Issac Newton. Dia
malah kepikiran mengenai semesta raya. Dan saya sangat mengagumi teori penemuannya.
Pada hakekatnya apa yang terjadi pada kehidupan di bumi ini
adalah aplikasi dari gravitasi. Semisal matahari dan bumi dan bulan dan planet
lainnya saling tarik menarik. Energi yang mereka lepaskan untuk menarik akan
berbanding lurus dengan yang didapatkan. Dan kita pasti akan tahu, jika ada energi
lain yang merusak keteraturan daya tarik menarik ini.
Kita merusak alam,
mengambil alih fungsi hutan. Lalu terjadi longsor. Terjadi banjir, kekeringan. Musibah yang paralel. Membuang sampah
sembarangan. Terjadi banjir. Jika ada yang mengatakan bahwa musibah itu bukan kutukan, melainkan cara alam menjawab. Menurut saya benar juga. Karena seyogyanya kehidupan ini sebab-akibat. Demikian pula ketika melakukan
kebaikan. Akan dibalas kebaikan. Kejahatan dengan kejahatan. Bersedekah untuk
menarik rezeki. Untuk menarik jodoh dan lain-lain. Untuk menarik klien diberi umpan dulu.
Berusaha menambah jumlah follower agar bisa dapat job-job-job. See how gravitasi bekerja secara
diam-diam.
Terus apa hubungannya
gravitasi dengan tema kolaborasi teman-teman dengan Bandung Hijab Blogger kali ini? Nah,
sejujurnya saya pun mencari keputusan terbesar apa yang pernah saya lakukan
dalam hidup ini yang menjelang…..enggggg (tiba-tiba nge-hang). Demi tulisan ini
saya sampai minta bantuan Teh Sugi Siswiyanti mencari tahu. Saya curhat belasan
jam membongkar aib nasional hidup saya pada dia.
- Apakah
ketika saya (Kami) memutuskan tidak menikah di usia dua puluhan. Karena masih
sama-sama belum siap?
- Apakah
ketika saya menolak the “X”, lalu setelah puluh tahun kemudian dia datang
sebagai orang yang berhasil? Walaupun saya tidak tahu maksud kedatangannya
apakah tulus bernostalgia atau sekadar “memamerkan” keberhasilannya agar saya
menyesal.
- Apakah
tentang saya memutuskan berganti-ganti mencoba usaha yang cocok (jadi wirausaha ceritanya)?
- Dan masih banyak yang saya diskusikan. Bisi bosen kalau ditulis semua.
Pernah ada sesal
ketika ada orang yang mengompori, seandainya saja saya memutuskan untuk
mengiyakan nikah pada usia sangat muda. Atau menerima seseorang yang akhirnya
tajir melintir, mungkin hidup saya tidak akan ‘statis’ seperti sekarang. Tapi
saya menepis prasangka itu. Karena pada saat kejadian itu berlangsung, saya
merasa tidak sedang membuat keputusan besar. Saya hanya merasa menjalankan skenario-Nya.
Melakukan apa yang harus dilakukan.
Jika saja ya, dulu
kami menikah. Saya tidak tahu apakah kami saat ini masih bersama. Melihat time lime media sosialnya, dia sangat militan
mendukung salah satu paslon. Saking cinta mati, berita-berita yang tidak benar
pun disebarkan juga. Jangan-jangan saya tidak akan bebas menulis curhat di
blog, dilarang jadi pengikut lambe turah.
Jika saya tidak
menolak seseorang yang sekarang menjadi orang sukses di wilayah Bandung dan
sekitarnya? Etapi, saya tidak yakin jika dia akan menjadi sukses ketika
hidupnya berpartner dengan saya. Bagaimana jika pintu rezekinya ada ditangan
istrinya? Jika istrinya adalah saya, atau dia berganti istri atau menambah
istri bukan karunia yang didapat. Malah petaka. Wallahu alam bisawab.
Mengenai keputusan
saya untuk melakukan wirausaha itu bukan suatu perkara besar. Mencoba-coba. Berganti
usaha yang satu dengan yang lain. Dari kuliner, craft, fashion hingga berkebun.
Itu sudah jadi tuntutan kehidupan. Bukan keputusan. Menurut saya itu mah.
Tak menyangka tema
sederhana ini akan menggali kehidupan saya lebih dalam. Mengenai luka-luka. Masa-masa sulit dan semua masa lalu yang tiba-tiba rekamannya diputar ulang.
Tentang
Kesukaran dan kebahagian yang datang silih berganti. Entah berapa belas kilo
meter saya lalui sambil mencari keputusan besar dalam hidup ini. Setiap saya naik angkot atau ojol pasti terpikirkan. Entah
berapa orang mamang driver ojol yang saya tanya mengenai keputusa(sa)n ini. Hingga
saya berasumsi, jangan-jangan saya tidak pernah memutuskan apapun dalam hidup
ini, hingga hidupnya statis.
Pikiran dan hati saya
langsung menyangkal ketika saya menyatakan hidup saya statis. Lantas apa???
Saya adalah seorang
pembuat keputusan yang payah. Berulang saya menyesali keputusan yang saya
pilih. Lalu berharap Tuhan memberikan kesempatan sekali lagi agar bisa
mengambil keputusan sebaliknya. Dan ketika kesempatan itu datang. Keputusan
yang saya ambil tetap salah lagi. Padahal saya mengambil sebaliknya.
Daripada menyangkal terus menerus, saya memutuskan untuk menerima dan berkompromi.
Daripada menyangkal terus menerus, saya memutuskan untuk menerima dan berkompromi.
Ketika saya membaca
buku Filosofi Teras, sedikit demi sedikit saya menemukan jawaban. Dan bisa jadi
ini adalah keputusan terbesar yang pernah saya lakukan.
Kompromi. Ya,
keputusan terbesar dalam hidup yang pernah saya lakukan adalah kompromi. Berkompromi dengan dampak keputusan yang saya ambil. Kompromi dengan rasa sakit. Kompromi pada orang-orang yang menyalahgunakan kebaikan saya. Tak sedikit pun dalam benak saya untuk menaruh dendam pada mereka. Tidak memohon
pada Tuhan, mereka-reka hukuman yang
pantas untuk mereka-mereka yang telah menyakiti saya. Membiarkan apa yang
seharusnya terjadi walaupun saya bersusah payah mengerjakannya. Atau menginginkannya.
Sebuah keputusan akan
menimbulkan satu resiko. Baik itu resiko yang bersifat positif mau pun negatif.
Dan lagi-lagi, Einstein menyatakan dengan hukum relativitas (tuuuuh-nya. Ma’afkan
jika menyeret mereka kedalam curhatan retjeh saya). Semua ini berjalan dengan relatif. Saya jadi ingat dengan sebuah ayat yang isinya kurang lebih seperti ini. Baik menurut kamu belum
tentu baik menurut-Nya. Begitu pula buruk menurut kamu, padahal itu terbaik.
![]() |
Lapar adalah satu hukum alam |
So, when I thought as big decision . Sesungguhnya hanyalah
butiran debu untuk orang lain.
Luar biasa sharingnya, sebagai orang yang ga 'bakat' dengan sains aku rada berpikir sudut pandang lain dalam melihat suatu kejadian.. Nuhuns
BalasHapusSami-sami
HapusWah,mantap nih. Jawabannya adalah kompromi. Filosofis sekali. Mungkin ini yang disebut filsafat yg lebih dr filsafat.halah apaan seh..Anyway, berkompromi itu berat. Butuh kebesaran hati dan kelapangan dada menjalaninya. Good luck,teh :D
BalasHapusBTW, itu nama saya bisa pake backlink ke tulisan saya tentang mencari esensi kehidupan loh. Haiyah,maunyaa hahaha...
Siaaap nanti saya oprek lagi.
HapusKadang keputusan besar itu hasil dari keputusan2 kecil yang kita ngga ngerasa "memutuskan"..just go with the flow.. Ga nyangka tema collab yang cuma 3 kata ini bikin kita banyak mikir ya
BalasHapusBetuul, saya tidak menyangka akan sedalam ini. Nuhuun buat semua teman-teman di BHB
HapusDan ku terpukau...memang paling susah kompromi ya teh menerima efek dari segala keputusan kita. Jadi merenung lho serius ...
BalasHapusseneng banget baca postingan ini, tema kali ini bener-bener kita jadi mikir banyak ya teh
BalasHapusKadang ya kita udah gak mikirin tapi oranv lain yg datang dan nyentil2 ttg yg lalu2. Tp bener sih ttg kompromi.. kadang kita terlalu keras dan nyalahin diri sendiri tanpa tau hikmah di alik smuanya.. kl udh kompromi ama diri sndiri, rasanya lebih adem dan tenang..
BalasHapusKeren detail gitu teh kisahnya. Jadi bikin mikir keras...btw foto endingnya bikin laper asli
BalasHapusBerkompromi memang sulit ya teeh:"" apalagi dengan diri sendiri dan masa lalu😘
BalasHapusBenerr yaa Teh, apa yg kita pikir sulit, ternyata buat org lain itu mudah...
BalasHapusMantap teh, di awal tulisan saya jadi serasa belajar Kimia dan Fisika, tapi di akhir tulisan, saya jadi belajar tentang kehidupan :)
BalasHapusLuar biasa teteh demi nulis tema ini sampe curhat berjam-jam dulu. Untuk menghasilkan yang namanya Kompromi dalam hidup. Kenyataan kalo kita hidup dengan memakai cara pandang yang berbeda. Tapi apapun keputusan teteh semoga teteh segera dapat berkompromi dengan keputusan apapun yang teteh buat. Dan yang pasti semoga itu yang terbaik yah teh
BalasHapusyup setuju teh, kompromi itu adalah kata kunci dalam pengambilan keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut
BalasHapusWah teh, ada keputusan tepat dibalik gak nikah muda, nanti hidup gak kayak hidup. Haha. Just kidding. Apapun kepputusannya yang pnting kita bahagiaaa
BalasHapusOh, pengagum Piring ya ternyata.
BalasHapuskaya keputusan aku buat terus nulis hehe
BalasHapus